Trend di Sekolah Dasar
adalah mengadakan tes atau seleksi untuk calon murid. “Anak harus sudah bisa
baca dan tulis di Taman Kanak-kanak”. Ini merupakan pernyataan yang kemudian
menjadi tekanan bagi orang tua dan guru TK. Orang tua berusaha mencari sekolah TK
yang dapat menghasilkan anak dengan target lulusan bisa membaca dan menulis.
Pihak sekolah berusaha melatih anak dengan berbagai cara untuk bisa membaca dan
menulis agar sesuai dengan harapan orang tua. Bagi beberapa sekolah yang tetap
bertahan untuk mengutamakan kegiatan bermain dalam pembelajaran di TK menjadi
sekolah yang terbelakang alias tidak laku. Orang tua menuntut anak untuk bisa
membaca dan menulis karena takut anak tidak diterima di Sekolah Dasar yang
menggunakan seleksi bagi calon murid dengan bentuk seleksi baca-tulis-hitung
(calistung).
Apa yang salah dalam hal
ini? Mengapa kemudian terjadi kecemasan pada orang tua, pihak sekolah TK dan SD
untuk mengembangkan kemampuan calistung? Jika memang kebutuhan jaman menuntut
anak untuk lebih cepat membaca dan menulis pada usia TK, apakah harus dengan
cara yang mengenyampingkan prinsip pembelajaran anak yang sesungguhnya?
Dapatkah pembelajaran untuk anak usia dini dikemas lebih selaras dengan
perkembangan anak yaitu bermain sambil belajar? Metode apa yang dapat digunakan
oleh guru untuk membuat kegiatan pembelajaran membaca dan menulis lebih
menarik? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dijawab dalam penjabaran makalah
berikut ini.
Bahasa Anak Usia Dini
Rata-rata pendidik
mengatakan bahwa pengembangan bahasa untuk anak adalah terkait dengan kemampuan
membaca dan menulis. Pola pikir para orang tua juga demikian, perkembangan
bahasa adalah perkembangan anak dalam kemampuan baca dan tulis. Oleh karena
itu, orang tua menyerahkan anaknya untuk dapat baca dan tulis di Taman
kanak-kanak dan pada akhirnya guru yang bertugas untuk mengajarkan hingga
berhasil. Namun ternyata tidak demikian, kemampuan membaca dan menulis anak
terbentuk dari kemampuan mendengar dan berbicara. Jalongo mengatakan bahwa
kemampuan membaca permulaan merupakan bentuk demonstrasi kemampuan anak untuk
memahami pesan oral dalam bentuk mendengar dan bentuk respon yang berkelanjutan
(2007: 158). Penjelasan tersebut menunjukkan pengertian bahwa kemampuan sebelum
baca-tulis permulaan dipengaruhi oleh kemampuan mendengar dan berbicara.
Pentingnya kemampuan mendengar oleh Jalongo juga dijelaskan bahwa mendengar
adalah dasar untuk berbicara, membaca dan menulis pada anak. Pernyataan ini
dengan catatan terjadi pada anak tanpa gangguan pendengaran (2007: 81). Dengan
demikian, untuk dapat membaca dan menulis, seorang anak harus memiliki
pengalaman mendengar dan berbicara cukup banyak. Hal ini berarti bahwa untuk
membentuk kemampuan tersebut, guru tidak dapat berusaha sendiri. Guru
membutuhkan peran dari orang tua untuk banyak mendengarkan cerita-cerita pada
anak dan mengajak anak untuk berkomunikasi sebagai bentuk pengembangan
kemampuan berbicara.
Sebuah penelitian mengatakan
bahwa kemampuan baca-tulis permulaan anak dibentuk sejak usia dini. Papalia
(2008: 248) mengatakan bahwa mayoritas bayi sangat menyukai dibacakan cerita.
Nada pembacaan yang dilakukan oleh orang tua atau pengasuh dan cara membacakan
ketika bercerita dapat mempengaruhi seberapa baik anak berbicara dan pada
akhirnya seberapa baik anak membaca. Pendapat ini kemudian didukung oleh
Jalongo yang mengatakan bahwa semakin dini anak dikenalkan dengan teks yang ada
dalam buku maka anak semakin siap untuk membaca dan sadar terhadap cetakan (tulisan)
(2007: 156). Anak yang belajar membaca dini biasanya adalah anak-anak yang
orang tuanya sangat sering membacakan cerita untuk anak dan melakukan kegiatan
membaca tersebut ketika usia anak masih sangat muda (Papalia, 2008: 248).
Dengan demikian, potensi untuk bisa membaca pada anak terbentuk dari pengalaman
mendengarkan cerita sejak usia sedini mungkin. Hal ini berarti perlu peran dari
orang tua atau orang terdekat dengan anak sejak dini untuk membacakan cerita.
Kemampuan membaca dan
menulis pada anak sangat dipengaruhi oleh kemampuan anak untuk sadar akan
phonemik. Kesadaran phonemik yaitu kemampuan untuk membedakan bunyi dalam
bahasa. Kemampuan ini terbentuk pada kemampuan mendengarkan. Potensi anak untuk
dapat membaca dan menulis juga dapat dideteksi sejak dini melalui tahapan
kesadaran phonemik tersebut. Kesadaran phonemik terbentuk sejak bayi baru lahir
dengan ciri-ciri yaitu terkejut mendengar suara keras atau suara yang tiba-tiba
muncul, menyukai suara-suara yang lembut dan memberi rasa aman, dan tertarik
dengan suara yang dimainkan berkali-kali dan berubah-ubah. Kesadaran phonemik
pada bayi dan balita dengan ciri-ciri yaitu mulai bereksperimen dengan suara,
merespon lagu-lagu yang sering didengar, ikut bergerak sesuai lagu, menunjukkan
ketertarikan pada buku mencakup gambar dan benda-benda yang dikenal, berusaha
menamai benda atau menirukan suara binatang ketika melihat gambar. Kesadaran
phonemik pada anak awal prasekolah memiliki ciri-ciri yaitu menyukai lagu-lagu,
cerita, puisi dan mengenali namanya, mengenali irama puisi/syair yang sama
(suaranya sama). Kesadaran phonemik di Taman Kanak-kanak ditunjukkan dengan
ciri yaitu peduli suara/hubungan simbol-simbol, dan dapat mencampur fonem dan
membagi suku kata. Terkait dengan kesadaran phonemik tersebut maka pendidik
harus mampu menciptakan kegiatan pembelajaran yang mengembangkan kemampuan anak
untuk mengembangkan kesadaran phonemik.
Perkembangan Bahasa Sesuai
Kurikulum PP.58 tahun 2009
Perkembangan bahasa untuk
anak taman kanak-kanak berdasarkan acuan standar pendidikan anak usia dini no.
58 tahun 2009, mengembangkan tiga aspek yaitu menerima bahasa, mengungkapkan
bahasa, dan keaksaraan. Lingkup perkembangan menerima bahasa yaitu kemampuan
berbahasa secara reseptif, terdiri dari pengembangan menyimak perkataan orang
lain, mengerti dua perintah yang diberikan bersamaan, memahami cerita yang
dibacakan, mengenal perbendaharaan kata mengenai kata sifat, mengerti beberapa
perintah, mengulang kalimat yang lebih kompleks, dan memahami aturan dalam
suatu permainan. Bentuk indikator untuk lingkup perkembangan ini bisa dalam
bentuk tindakan, hasil karya, tulisan, dan lain sebagainya, sebagai ciri anak
memahami dan mampu menerima bahasa.
Lingkup perkembangan kedua
yaitu kemampuan mengungkapkan bahasa. Kemampuan ini termasuk dalam kemampuan
bahasa ekspresif. Kemampuan ini bisa muncul dalam bentuk kemampuan berbicara,
dan menulis. Pencapaian perkembangan kemampuan ini yaitu menjawab pertanyaan
yang lebih kompleks, menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang sama,
berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal
simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung, menyusun kalimat
sederhana dalam struktur lengkap (pokok kalimat-perdiket-keterangan), memiliki
lebih banyak kata-kata untuk mengekspresikan ide pada orang lain, melanjutkan
sebagian cerita/dongeng yang telah diperdengarkan. Pencampaian perkembangan ini
dapat muncul dalam berbagai indikator.
Lingkup pengembangan ketiga
yaitu keaksaraan, kemampuan baca-tulis permulaan. Kemampuan ini termasuk
kemampuan menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal, mengenal suara huruf
awal dari nama benda-benda yang ada disekitarnya, menyebutkan kelompok gambar
yang memiliki bunyi/huruf awal yang sama, memahami hubungan antara bunyi dan
bentuk huruf, membaca nama sendiri, dan menuliskan nama sendiri.
Stimulasi Perkembangan
Bahasa Anak
Perkembangan bahasa untuk
anak usia dini meliputi empat pengembangan yaitu mendengarkan, berbicara,
membaca dan menulis. Pengembangan tersebut harus dilakukan seimbang agar
memperoleh pengembangan membaca dan menulis yang optimal. Berikut ini
contoh-contoh kegiatan yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan
tersebut.
Pengembangan kemampuan
mendengarkan dapat dilakukan dengan kegiatan mendengarkan bercerita,
mendengarkan suara-suara binatang, menebak suara, menyimak cerita, pesan
berantai, menirukan suara, menirukan kalimat, menjawab pertanyaan, mendengarkan
radio, mendengarkan kaset cerita untuk anak, lagu-lagu anak, dan lain
sebagainya. Pengembangan kemampuan berbicara dapat dilakukan dengan kegiatan
ekploratorif sambil mendiskusikan hasilnya, menceritakan pengalamannya,
menceritakan hasil karya, bertanya, menceritakan kembali cerita, dan lain
sebagainya. Pengembangan kemampuan membaca dapat dilakukan dengan memberi
kebebasan anak untuk membaca gambar, eksplorasi dengan buku, menggambar dan
menulis bebas, dan lain sebagainya. Pengembangan kemampuan menulis dapat
dilakukan dengan memberi kesempatan pada anak untuk mencorat-coret, menggambar
bebas, menulis ekspersif hasil dari gambar, meniru tulisan-tulisan yang ada
disekitarnya, menulis di pasir, bermain dengan melibatkan motorik halus seperti
meronce, membentuk, menggunting, menempel, mencocok, dan lain sebagainya.
Setiap pengembangan dapat
dilakukan secara terpadu dalam satu hari. Untuk mengoptimalkan anak, pendidik
dapat mengembangkan masing-masing kemampuan tersebut dalam satu kegiatan.
Berikut ini contoh penerapan kegiatan tersebut dalam Rencana Kegiatan Harian
(RKH). RENCANA KEGIATAN HARIAN
Kesimpulan Pengembangan
kemampuan bahasa untuk anak usia dini dapat dilakukan dengan mengembangkan
empat pengembangan sekaligus yaitu kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca
dan menulis. Untuk mengembangkan kemampuan baca-tulis permulaan didukung dengan
pengembangan kemampuan mendengar dan berbicara lebih banyak. Semakin banyak
anak mendengar dan berbicara maka semakin mudah anak untuk mengenal baca-tulis.
Dengan demikian untuk mengembangkan kemampuan baca-tulis permulaan, pendidik
dapat mengembangkan kegiatan keaksaraan seperti eksplorasi kegiatan
mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.
0 comments:
Post a Comment